Thursday, January 27, 2011

JUNI 2004 (2)

Sesampai di rumah, halaman tampak sepi. Aku dan Chardo segera masuk ke rumah. Kulihat Luis digendong ibunya. Semangkok nasi tim untuk sarapan Luis sudah ada di atas meja makan makan. Sambil mengangkat mangkok itu, tiba-tiba istriku berteriak sangat keras dan panjang. Mirip lolongan serigala yang sering ada dalam film horor. Lantang. Seakan-akan ingin menyuarakan kekosongan hatinya. Aku sangat miris.

Wednesday, January 26, 2011

JUNI 2004 (1)

Semalam aku gagal memaksa diriku tidur ketika sepanjang malam istriku meratapi penderitaan hidupnya di tengah keluarga yang katanya tidak pernah menyayanginya, mengekang kebebasannya, dan tak menghargai jerih payahnya setelah mengangkat harkat martabat suaminya yang miskin dan buruk rupa. Ia begitu membenciku, tapi ia ingin aku ada didekatnya, mendengarkan sumpah serapahnya tentang diriku.

Friday, January 14, 2011

MENANGISI PESTA TAHUN BARU (2)

”Sebentar lagi kita pulang ya, Nak. Mau?” kataku lirih hampir menempel di telinga Chardo. Ia mengangguk pelan. ”Jangan takut ya. Bapak ada di sini. Kakak dan adikmu juga masih di sini. Sebentar kita pulang bersama.” Aku sejenak melirik istriku. Ia juga diam seperti anak-anakku dan semua orang yang dini hari itu ada di teras panti. 

Thursday, January 13, 2011

MENANGISI PESTA TAHUN BARU (1)

Pesta tahun baru silam mungkin akan sulit dilupakan Chardo. Acara yang sudah direncanakan jauh hari sebelumnya sebagai wujud cinta anak-anak kepada ibunya, dalam sekejap menjadi tragedi ketika secara tiba-tiba ia mendapatkan makian sangat dasyat ibunya di depan banyak orang yang sedang menikmati pesta tengah malam itu.

Thursday, January 6, 2011

OPERA PASAR KAGET

Ketidaknormalan seringkali menjadi perbincangan orang – meski itu adalah manifestasi dari gangguan jiwa – tetap saja dimanfaatkan untuk bahan kelakar, hinaan dan bahkan ada juga yang memanfaatkan untuk kepentingan dagang, seperti terjadi pada peristiwa-peristiwa berikut ini. Tak perlu sakit hati. Tak perlu menyalahkan siapapun terutama si penyandang gangguang jiwa yang tak sadar dengan apa yang ia lakukan. Ini sebuah potret masyarakat kita yang tanpa sadar senang menari diatas penderitaan orang.

Saturday, January 1, 2011

DIALAH IBUKU

Ketika aku pergi mengunjungi anakku yang duduk di tahun pertama di sebuah SMU di salah satu kota kecil di Jawa Tengah pertengahan November 2010 yang lalu, dia menyerahkan tiga lembar kertas folio berisi tulisan tangannya. Dia bilang itu tulisan yang disusun untuk bahan presentasinya di Sidang Akademi yang dia bawakan pada awal bulan itu. Judulnya "Dialah Ibuku". Melihat judulnya, perasaan hatiku mendorongku untuk segera menelusuri baris demi baris tulisan anakku. Aku ingin segera tahu apa yang dia ekspresikan dalam tulisan yang katanya mendapat sambutan cukup hangat dalam sidang akademi yang dihadiri kawan-kawan satu medan, sekitar 70 siswa. Dia mengatakan bahwa peserta sidang tak mengetahui ini kisah siapa, karena anakku menjadikan dirinya dalam kisah itu sebagai orang ketiga. Mataku mulai berkaca-kaca, bahkan tangisku hampir tak tertahankan. Keharuan yang mendalam justru meluruhkan rasa capai karena semalam nyetir mobil dari Jakarta ke kota ini untuk mengantarkan bantuan obat-obatan dan barang kebutuhan dasar untuk para pengungsi korban bencana meletusnya Gunung Merapi yang puncak letusannya terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 yang lalu.

Berikut ini adalah tulisan anakku yang aku up load di blog ini setelah mendapat persetujuannya.